Berdasarkan data yang tersedia di P3E Jawa, pada tahun 2013 lalu kondisi IKLH DAS Citarum adalah 39,63 atau kategori buruk dengan kepadatan pebduduk pada saat itu 16,00 jiwa/ha dan status kekritisan airnya adalah telah kritis atau dengan angka 17,34 serta keamanan kehatinya adalah 43,27%
Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar dan terpanjang di Provinsi Jawa Barat, secara geografis berada pada 106°51’36” - 107°51’ BT dan 7°19’ - 6°24’ LS. Daerah Aliran Sungai Citarum memiliki luas 661.015 Ha dengan panjang sungai utama 269 Km ini terdapat 12 Sub DAS yang terdiri dari Sub DAS Citarum Hilir, Sub DAS Cibeet, Sub DAS Cikaso, Sub DAS Cikundul, Sub DAS Cisokan, Sub DAS Cimeta, Sub DAS Cikapundung, Sub DAS Ciminyak, Sub DAS Ciwidei, Sub DAS Citarik/Cikeruh, Sub DAS Cisangkuy dan Sub DAS Citarum Hulu.
DAS Citarum berbatasan dengan Laut Jawa dibagian utara, DAS Bekasi dan DAS Ciliwung dibagian barat, DAS Cibuni dan DAS Cimanuk di bagian selatan, DAS Cimalaya dan DAS Cikarokrok di bagian timur seperti terlihat pada Gambar 3.31. DAS Citarum mencakup 10 Kabupaten dan 2 Kota dimana persentase luas kabupaten dan Kota dalam DAS paling besar berada pada Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi yaitu 100% wilayahnya berada pada DAS Citarum, menyusul Kota Bandung pada 90,02% dan kabupaten/kota lainnya seperti terlihat pada tabel persentase luas kabupaten dalam DAS Ciatrum. Sedangkan kabupaten yang berpengaruh sangat besar dilihat dari luas daerah dalam DAS terbesar adalah Kabupaten Bandung yaitu sebanyak 40,10%.
DAS Citarum terdiri dari 9 satuan ekoregion yaitu satuan Dataran Fluvial Jawa, Dataran Pantai Utara Jawa, Dataran Vulkanik Jalur Gunung Karang – Merapi – Raung, Pegunungan Struktural Blok Selatan Jawa, Pegunungan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi – Raung, Perbukitan Karst Jalur Bogor - Kendeng – Rembang, Perbukitan Struktural Blok Selatan Jawa, Perbukitan Struktural Jalur Bogor - Kendeng – Rembang, Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang – Merapi – Raung.
|
NAMA |
|
|
KODE |
|
|
LUAS (ha) |
|
|
(%) |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
17.758 |
2,69% |
|
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
|
Dataran Fluvial Jawa |
|
F |
71.762 |
10,85% |
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
|
Dataran Pantai Utara Jawa |
|
M1 |
8.830 |
1,34% |
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
|
Dataran Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung |
|
V3 |
75.597 |
11,43% |
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
|
Pegunungan Struktural Blok Selatan Jawa |
|
S11 |
8.355 |
1,26% |
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
|
Pegunungan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung |
|
V1 |
94.807 |
14,34% |
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
|
Perbukitan Karst Jalur Bogor - Kendeng - Rembang |
|
K2 |
4.503 |
0,68% |
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
|
Perbukitan Struktural Blok Selatan Jawa |
|
S21 |
66.620 |
10,08% |
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
|
Perbukitan Struktural Jalur Bogor - Kendeng - Rembang |
|
S22 |
154.358 |
23,34% |
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||
|
Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung |
|
V2 |
158.616 |
23,99% |
|
|
|||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Permasalahan lingkungan DAS Citarum terbagi ke dalam 6 permasalahan yaitu sosial ekonomi, perubahan tata guna lahan, lahan kritis, pencemaran, banjir, kehati dan abrasi. Permasalahan yang terjadi di DAS Citarum pada dasarnya diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali yang berakibat pada meningkatnya eksploitasi ruang dan sumber daya alam. Penduduk di Cekungan Bandung tumbuh pada kisaran 3% pertahun, sebagai pengaruh migrasi ke daerah dengan pertumbuhan yang cepat. Berdasarkan Land-use change – Urbanization (ADB-Package B) 2000 – 2025 in JanJaap Brinckman, Deltares 2010, diprediksi pengembangan perkotaan tahun 2025 adalah 50% penduduk tinggal di urban.
Tingginya tekanan kependudukan ini menyebabkan terjadinya peningkatan lahan kritis akibat perubahan tata guna lahan sehingga Citarum termasuk DAS utama di Jawa Barat yang memiliki luasan lahan kritis yang tinggi. Dimana tahun 2000-2009 telah terjadi laju penurunan luas hutan sebesar 86%, laju peningkatan kawasan permukiman sebesar 115 (Sumber : BPDAS CC dan BBWS) dan masih tersisa lahan kritis seluas 117.246,52 ha Sumber : BPLHD, 2012). Lahan kritis DAS Citarum terdiri dari agak kritis dengan luas 23.200,3 Ha, potensial kritis dengan luas 54.115,6 Ha, kritis dengan luas 36.505,07 Ha dan sangat kritis dengan luas 3.429,7 Ha (Sumber : BPLHD, 2012). Dampak dari lahan kritis adalah terjadinya sedimentasi dengan laju sedimentasi sebesar 112,3 juta ton/tahun dan mengendap di bendungan Saguling 2,8 juta ton/tahun (BPDAS CC, 2010).
Untuk sumber pencemaran organik sungai Citarum adalah berasal dari limbah domestic, industry, pertanian dan peternakan dimana limbah domestic dan industry lebih mendominasi (Sumber : RIRW). Produksi sampah DAS Citarum tahun 2013 adalah 500.000 m3 (BBWS Citarum,2013). Sementara hasil pemantauan tahun 2012, nilai coli dan COD rata-rata berada di atas Baku Mutu. Pencemaran limbah pertanian berasal dari petani yang cenderung menggunakan pestisida untuk membasmi hama dimana 76% petani menggunakan pestisida secara berlebihan dan 89,2% petani tidak membuang wadah pestisida secara benar (BPLHD 2004). Pencemaran limbah peternakan diakibatkan dari sekitar 1.800 ton kotoran hewan berpotensi masuk ke sungai setiap hari (KPBS, 2010).
Daerah banjir Citarum hulu berada pada daerah banjir Bandung Selatan yaitu daerah Ciputat, Citepus, Cieunteung dan Parung halang. Sementara daerah banjir Citarum hilir seperti terjadi pada banjir Karawang 2013 dimana 16.587 rumah tergenang dan 50.813 jiwa terdampak. Sementara permasalahan kehati dan abrasi berdampak kepada kerusakan mangrove, berkurangnya habitat burung, mamalia, dan ikan serta abrasi garis pantai.Untuk memudahkan identifikasi terhadap semua permasalahan yang ada di Daerah Aliran Sungai Citarum tersebut, maka DAS Citarum dibagi menjadi 3 zona wilayah yaitu Zona Citarum Hulu (Hulu sungai di Gunung Wayang – Ujung Saguling), Zona Citarum Tengah (Saguling – Cirata – Jatiluhur) dan Zona Citarum Hilir (Citarum Hilir – Muara Citarum)
Kerawanan lingkungan yang ada adalah Ancaman bencana alam dapat berupa daerah ancaman aliran lahar dan hujan abu vulkanik (bahaya sekunder) ketika gunungapi meletus. Secara alami pada daerah ini kemungkinan sangat kecil untuk terpengaruh oleh perubahan iklim global. Lingkungan secara sosial rentan terhadap eksploitasi bahan galian pasir dan batu (di lembah sungai maupun pekarangan)
Untuk meningkatkan kualitas lingkungan DAS, maka perlu dilakukan hal-hal berikut ini :
Sedasngkan arahan pembangunanya berdasarkan jasa ekosistem yang paling dominan meliputi
Silahkan Login untuk memberi komentar. Jika belum memiliki account silakan Daftar Disini